Ad Code

Responsive Advertisement

Adityo Darmadi, Macan Persija Peraih Emas Sea Games 1987

Adityo Darmadi, Macan Persija Peraih Emas Sea Games 1987

Lahir di Solo, 12 November 1961, Adityo Darmadi mengawali karier sepakbolanya di klub Adidas Solo. Sejak usia 10 tahun, Adityo bersama sang kakak, Didik Darmadi, belajar sepakbola hingga keduanya hijrah ke Jakarta membela klub Indonesia Muda di kompetisi Galatama.
Baru pada tahun 1985, Adityo dan sang kakak pindah ke Persija Jakarta. Di Persija, nama Adityo melambung tinggi setelah berhasil menyelamatkan Macan Kemayoran dari jurang degradasi di tahun yang sama.
Baru pada tahun 1986, Persija bisa bangkit di Kompetisi Divisi Utama PSSI. Pencapaian Persija semakin menanjak sejak Adityo Darmadi masuk ke Persija. Bahkan pemain yang identik dengan nomor punggung 8 itu menjadi top skor kompetisi dengan 10 gol.
Tapi sayangnya, Adityo tak mampu mengantarkan Persija juara setelah takluk dari Persebaya Surabaya dalam laga final tahun 1988. Meski demikian, Adityo punya pengalaman manis terkait juara. Tepat tahun 1987, Adityo merasakan medali emas Sea Games di Jakarta.
Merayakan ulang tahun yang ke-55 Adityo Darmadi, INDOSPORT mencoba bercerita ringan tentang momen legenda Persija itu bersama Macan Kemayoran dan Timnas Indonesia.
1. Menyelamatkan Persija dari Degradasi Tahun 1985
Adityo Darmadi datang ke Persija saat klub kebanggan orang Jakarta sedang mengalami kesulitan. Tahun 1985, Persija sedang mengalami penurunan prestasi. Posisi papan bawah bahkan akrab dengan Macan Kemayoran ketika itu.
Persija berada di posisi paling bawah dalam klasemen wilayah barat. Bahkan di putaran kedua, Persija tidak sekali pun mendapatkan kemenangan. Anak asuh Reni Salaki pun bersiap untuk bertarung dalam laga hidup mati dengan klub-klub Divisi I PSSI.
Dalam putaran kedua pula, Persija alami masalah internal yang cukup hebat. Baru ketika Ir. Todung Barita Lumbanraja melakukan perombakan, Persija kembali segar secara meteri pemain. Adityo masuk ke Persija saat klub akan berjuang untuk play off promosi degradasi. Laga yang bertitel 4 kecil itu diikuti oleh Persema, Persiba Balikpapan, dan PSIM Yogyakarta. Persema merupakan klub papan bawah dari wilayah timur lalu Persiba dan PSIM merupakan tim dari dengan posisi terbaik di Divisi I.
Masuknya Adityo memang cukup mengejutkan. Bersama dengan kakanya, Didik Darmadi, lalu kapten Timnas Garuda, Tony Tanamal, Patar Tambunan, dan Agus Waluyo, Persija seakan siap melewati hadangan degradasi.
Hasilnya, Adityo mampu membuat Persija lolos dari degradasi setelah berhasil keluar sebagai juara dalam 4 kecil PSSI. Persija kala itu mengatasi perlawanan dari Persiba Balikpapan, PSIM Yogyakarta, dan Persema Malang.
Tahun berikutnya, Macan Kemayoran bangkit dari kubur. Bersama generasi baru, Persija mampu menampilkan kembali ciri khasnya sebagai tim teknik tinggi. Adityo cs menguasai sejarah Persija pada era 1980-an.
2. Medali Emas Sea Games 1987 di Jakarta
Kiprah hebat Adityo Darmadi di Persija membuat namanya menjadi pilihan pelatih Sinyo Aliandoe memangilnya untuk bergabung dengan skuat Merah-Putih. Timnas untuk Sea Games kali ini perpaduan dari pemain Perserikatan dan Galatama
Adityo Darmadi yang merupakan top skor Perserikatan Divisi Utama 1986 bersanding dengan Ricky Yakobi yang menjadi pemain terbaik Galatama di era yang sama. Adityo bahu membahu dengan para pemain lainnya hingga laga final.
Di laga final, meski tak mencetak gol, Indonesia berhasil menang atas Malaysia dengan gol tunggal Ribut Waidi. Pemain PSIS Semarang itu menjadi penentu kemenangan dengan golnya pada menit ke-91.
Adityo menyebut momen tersebut menjadi momen yang tak terlupakan dalam hidupnya. “Itu pencapaian terbaik saya bersama Timnas Indonesia, selain peringkat ke-4 Asian Games 1986,” jelas Adityo beberapa waktu yang lalu.
3. Bawa Persija ‘Juara Tanpa Mahkota’ di Tahun 1988
Persija tampil atraktif di kompetisi Divisi Utama 1987/1988. Gaya Persija yang penuh teknik tinggi itu menjadi daya tarik bagi penikmat sepakbola Indonesia. Jika saat itu tim seperti Persebaya Surabaya, Persib Bandung, dan PSMS Medan mengandalkan fanatisme daerah, maka Persija mengandalkan permainan bergaya Eropa untuk bisa mendapat dukungan dari penonton.
Permainan Persija saat itu membuat publik dan media mulai menjagokan Si Merah-Putih akan keluar sebagai juara. Jika tim lain tampil dengan gaya bola jauh, Persija sudah menerapkan permainan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki.
Adityo menjadi motor serangan Persija di kompetisi tersebut. Dengan gaya khasnya sebagai tembok, Adityo pun tak jarang mencetak gol spektakuler, termasuk saat melawan Persib Bandung. Bersama rekan-rekannya, Adityo membawa Persija ke final tahun 1987/1988.
Sayangnya di final, Adityo tak bisa bermain dengan maksimal. Cedera yang membuat terpaksa meninggalkan lapangan. Antiklimaks benar-benar terjadi di final. Persija harus kecolongan dari Persebaya. Gol Tias Tono Taufiq dan Kamarudin Betay tak mampu mengalahkan Persebaya.
Meski demikian, Adityo tetap mengenang momen tersebut sebagai pencapaian terbaik dirinya. “Itu prestasi saya bersama Persija,” tandasnya. (INDOSPORT)
Reactions

Post a Comment

0 Comments